Pelajaran dari Pop-Punk
November 20, 2018
Pfft.. apalah. Pop punk? Itu bukan musik beneran. Emo? HA!
Apalagi ini, cuma fase doang.
Terkadang gue menanyakan hal yang sama apakah genre tersebut
masih relevan?
Gue rasa setiap individu milenial atau bahkan generasi Z tau
apa itu pop-punk dan emo. Untuk gue pribadi yang besar dan tumbuh mendengarkan
musik-musik tersebut, menganggap mereka adalah bagian dari hidup.
Di zaman sekitar awal 2000an ada New Found Glory, The Used, Good
Charlotte, Yellowcard, dan Sum 41 (gue menggabungkan genre seperti pop-punk,
punk, hardcore, easycore, metalcore, dll karena berada di bawah payung yang
sama). Terus pertengahan 2000 ada Fall
Out Boy, Panic! At The Disco, The Red Jumpsuit Apparatus, dan pastinja My
Chemical Romance. Antara 2007 sampai 2012,
musik scene mulai muncul, menelurkan (cie
bahasanye) band seperti Metro Station, 30H!3, Boys Like Girls, We The Kings, dan
Forever The Sickest Kids (sayangnya band-band ini udah bubar atau nggak aktif
lagi). Dan generasi sekarang dimeriahkan oleh Neck Deep, The Story So Far,
Modern Baseball, State Champs, serta masih banyak lagi.
The Used-Buried Myself Alive
Masing-masing zaman memiliki perbedaan dan persamaan.
Perbedaannya dari sisi style atau fashun tentunya. Pas awal 2000an rambut
pada jabrik, celana 4/3 kondor, dan dompet berantai. Dilanjutkan oleh era emo
yang catokan, polem (poni lempar), pake baju item-item kayak mau nyantet, dan
yang ekstrem adalah pake eyeliner atau
eyeshadow secara berlebihan. Untuk
yang terakhir sih gue jarang liat di jalanan dulu, takutnya dikira kesurupan
sama warga mungkin.
Hayoo ingin kecup yang mana?
Isi lirik juga beda menurut gue. Kalo dulu kebanyakan
tentang marah-marah dan kesel terhadap semua hal (The Used-Buried Myself Alive,
Taking Back Sunday-Make Damn Sure), nah tahun 2014 ke atas lebih tentang kota
asal (Transit-Young New England), kesehatan mental (Real Friends - From The
Outside), dan masalah klasik cinta-cintaan.
Transit-Young New England
Tapi persamaan dari beberapa zaman ini adalah, semua disukai
oleh para remaja. Mau yang bau kencur, bau jahe, bau koyo, dan bau-bauan
lainnya. Musik ini adalah hidup mereka, menjadi tempat pelarian di mana mereka
bisa bebas berekspresi tanpa ada yang mengekang. Makanya seperti layaknya boyband, genre ini tetap bertahan sampe
sekarang karena akan tetap ada remaja-remaja baru yang bermunculan.
Di usia gue yang mencapai pertengahan 20an ini, sekarang pun
masih dengerin lagu-lagu yang berjaya di zamannya, tapi tidak menutup kuping
dengan adanya musik atau band baru. Beberapa ada yang gue udah tinggalin, tapi
kebanyakan masih gue nikmatin. Meskipun gue akui gue nggak tau-tau amat tentang
lagu-lagu mereka yang cenderung lebih baru hehehe. Mungkin karena mereka datang
di masa gue lagi puber-pubernya, di saat semuanya terasa lebih simpel. Bukan
berarti gue lari dari kenyataan, tapi sekedar mengingatkan bahwa nggak apa-apa
banget loh merasa bahagia barang sejenak. Dan itu yang gue dapatkan saat
mendengarkan lagu-lagu macem pop-punk dan sejenisnya.
Seringkali gue juga mikir kok, kenapa gue masih aja peduli
tentang musik? Tentang hal-hal ini? Di saat temen-temen gue lainnya yang dulu
juga satu genre sama gue sudah move on,
menikah, lulus S2, punya anak, dan lain-lain. Apa gue tertinggal? Tapi setelah
gue telaah lagi, jawabannya adalah: ini membuat gue bahagia. Nggak tau kenapa
seneng aja. Salah satu hal yang paling bikin gue bangga akan diri gue sendiri
adalah di saat gue menemukan lagu atau band baru yang akhirnya gue suka banget.
Kayak ada perasaan hangat-hangat kuku yang muncul dari dalam diri gue. Mungkin
orang lain tidak bisa melihat atau merasakan hal tersebut, tapi bisa
membuat gue lebih menghargai diri sendiri. Ini kali ya yang dinamakan self-love.
Jadi gue nggak peduli
sama orang yang bilang gue alay atau apalah karena masih dengerin tipe musik
macem gini. Dan mungkin juga untuk yang lagi baca post ini dan merasakan hal yang sama, nggak usah pikirin omongan
orang. Yang penting gue merasa bahagia dan nggak merugikan orang lain. Ini sih
yang kadang-kadang bikin gue kesel. Kita menilai seseorang berdasarkan hal-hal
yang ia sukai atau lakukan untuk senang-senang. Kita kan nggak tau alasan
orang-orang tersebut melakukan suatu hal, siapa tau itu adalah mekanisme mereka
dalam menjalani hidup, karena kalo nggak mereka akan sedih. Jadi tidak perlu
lah nge-judge atau mengkritik sesuatu
atau seseorang kalau kita nggak tau cerita dibaliknya. Hei fulan, tau nggak,
berbuat demikian malah memvalidasi kalo lo insecure
tapi merasa diri lebih baik daripada orang lain. Hadeeh…
Duh maaf malah ngelindur, soalnya ini baru terjadi sama gue,
nggak baru banget sih tapi udah agak lama, cuma kayak ngendep aja di ati kita’
begituh. Oke balik lagi, buat gue genre pop-punk itu salah satu sumber
kebahagiaan yang sederhana. Gue suka denger musiknya dan gue suka kebanyakan
lirik mereka yang terkesan bebas dan apa adanya serta mengajarkan untuk menjadi
diri sendiri. Segitu aja sih dari aye bang, makasih untuk atensinya.
Sumber Foto:
0 comments